BAB I
KEDUDUKAN WAHYU DAN AKAL DALAM ISLAM
A.
Pendahuluan
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat
terhormat, melebihi agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah
suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia
untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun harus dibina
dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang menjadi
dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW. Tidak
hanaya itu dengan akal juga manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang
allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan
wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk
membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Namun dalam menggunakan akal terbatas akan
hal-hal bersifat tauhid, karena ketauhitan sang pencipta tak akan terukur dalam
menemukan titik ahir, begitu pula dengan wahyu sang Esa, karena wahyu diberikan
kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk menunjukkan kebesaran Allah.
Maka dalam menangani anatara wahyu dana akal harus slalu mengingat bahwa semua
itu karna allah semata. Dan tidak akan terjadi jika allah tak mengijinkannya.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap allah karena
kesombongannya.
B. Rumusan Makalah
1) Wahyu
2) Akal
3) Kedudukan Wahyu
Dan Akal Dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1. Wahyu
A. Pengertian
Wahyu
Kata wahyu berasal
dari kata arab الوحي,
dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang
berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat.
oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat
kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan
ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada Nabi-NabiNYA ini sering disebut
Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.
Menurut Muhammad
Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di
dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua
itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik
menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia.
Yang dimaksut memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia,
bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana
yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang
akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah
senjata yang diberikan allah kepada nabi-nabiNYA untuk melindungi diri dan
pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan
sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
Memang sulit
saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu
mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan
karena beberapa faktor antara lain:
1. Wahyu ada
karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2. Wahyu lebih
condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3. Membuat suatu
keyakinan pada diri manusia.
4. Untuk memberi
keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5. Wahyu turun
melalui para ucapan nabi-nabi.
2.
Akal
A.
Pengertian Akal
Kata akal sudah
menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata
benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya
‘aqaluuh (عـقـلوه)
dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون)
24 ayat, na’qil (نعـقـل)
1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها)
1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون)
22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil
arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan
yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat
luas.
Dalam pemahaman
Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan
praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut
kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut
pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir.
Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya
dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari
mahluk lain.
B.
Fungsi Akal
Akal banyak memiliki
fungsi dalam kehidupan, antara lain:
1. Sebagai tolak
ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2. Sebagai alat
untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3. Sebagai alat
untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah
sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan
dilakukan setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal
yang akan dikerjakan tersebut. Dan Akal
adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak
didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan
akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
C.
Kekuatan Akal
Tak seperti
wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti contoh
1.
Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
2.
Mengetahui adanya hidup akhirat.
3.
Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat
bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada
tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
4.
Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5.
Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan
wajibnya ia mnjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6.
Membuat hukum-hukum mengnai kwajiban-kwajiban itu.
D.
Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak
akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat
berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam,
antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara
yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil
kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum
tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang
diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya
tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap
manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam,
akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berartiakal diberi
kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya.
Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalucocok dengan syariat Islam
dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik
berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi NabiMuhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini,
memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas
seluruh umat manusia, tanpamengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk
umum ataukhusus.Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang
bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap,
tidak terpisah-pisah.Wahyu itu
menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun
larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa
al-qur’an dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang
waktu yang cukup panjang.
Namun tidak selalu
mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan zaman akal yang
semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah terhadap orang
yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu
itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang beranggapan smua
itu wahyu. Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat mengetahui
bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang
ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui
bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu
perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan
wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah
yang akan diperoleh manusia di akhira
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran
kalam sering dibicarakan dalam konteks, yang manakah diantara kedua akal dan
wahyu itu yang menjadi sumbr pengetahuan manusia tentang tuhan, tentang
kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa yang baik dan yang
buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang
buruk. Maka para aliran Islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:
1. Aliran
Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa akal
mmpunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
2. Sementara itu
aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam tradisional,
mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk akan
mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
3. Sebaliknya
aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga
berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya,
yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban
melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan
wahyu.
4. Sementara itu
aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikiran kalam
tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui
tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dngan akal, sedangkan
dua hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban
melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui
dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh
paham Maturidiyah Samarkand dan mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan
pendapat mereka adalah surat as-sajdah, surat al-ghosiyah ayat 17 dan surat
al-a’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih berbicara tentang siapa
yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi diutus,
menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal manusia
sendiri. dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Qur’an
surat Hud ayat 24.Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat
Al-qur’an sebagai dalil dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa .
ayat-ayat tersebut adalah ayat 15 surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164
surat An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.
Dalam menangani
hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan pendapatnya memaparkan hal-hal yang
berhubungan antara wahyu dan akal. Seperti Harun Nasution menggugat
masalah dalam berfikir yang dinilainya sebagai kemunduran umat Islam dalam
sejarah. Menurut beliau yang diperlukan adalah suatu upaya untuk
merasionalisasi pemahaman umat Islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang
menyebabkan kemunduran umat Islam karena kurang mengoptimalkan potensi
akal yang dimiliki. Bagi Harun Nasution agama dan wahyu pada hakikatnya hanya
dasar saja dan tugas akal yang akan menjelaskan dan memahami agama tersebut.
E.
KEMAHAKUASAAN DAN KEADILAN ALLAH
a. Kemahakuasaan
1. Aliran Mu’tazilah:
Mu’tazilah berpendapat bahwa kekuasaan tuhan sebenarnya tidak bersifat
mutlak lagi. Seperti terkandung dalam uraian nadzir, kekuasaan mutlak tuhan
telah dibatasi oleh kebebasan yang menurut paham mu’tazilah yang telah
diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatan.
b)
Asy’ariyah
2. Asy’ariyah: Bagi kaum asy’ariyah tuhan berkuasa
dan berkehendak mutlak. Tuhan tidak tunduk kepada siapapun diatas tuhan tidak
ada suatu dzat lain yang dapat membuat hokum dan dapat menentukan apa yang
boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat tuhan.
c)
Maturidiya
3. Maturidiyah Bukhara: Maturidiyah
golongan bukhara menganut pendapat bahwa tuhan mempunyai kekuasaan mutlak.
Sedangkan golongan samarkand tidaklah sekeras golongan bukhara dalam
mempertahankan kemutlakan kekuasaan tuhan
b. Keadilan Tuhan
1. Mu’tazilah: Kaum
mu’tazilah karena percaya pada kekuatan akal dan kemerdekaan serta kebebasan
manusia, mempunyai tendensi untuk meninjau wujud ini dari rasio dan kepentingan
menusia. Memang dalam paham mu’tazilah semua makhluk lainnya diciptakan tuhan
untuk kepentingan manusia.
2. Asy’ariyah: Kaum
asy’ariyah menolak paham mu’tazilah bahwa tuhan mempunyai tujuan-tujuan dalam
perbuatannya. Bagi mereka perbuatan tuhan tidak mempunyai tujuan, tujuan dalam
arti sebab yang mendorong tuhan untuk berbuat sesuatu.
3.Maturidiyah Bukhara: Dalam hal ini kaum maturidiyah
golongan bukhara mempunyai sikap yang sama dengan kaum asy’ariyah. Menurut
al-badzdawi, tidak ada tujuan yang mendorong tuhan untuk menciptakan kosmos
ini. Tuhan berbuat sekehendak hatinya.
Kaum matuaridiyah golongan samarkand dalam hal ini
lebih dekat dengan kaum mu’tazilah daripada kaum mu’tazilah daripada kaum
asy’ariyah.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua,
1986.
Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran
Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press, Jakarta,cet.V,1986.
www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id
Nasution, Harun, Tentang Islam Ditinjau Dari
Berbagai Aspeknya, jilid I,II.
Atang, Metodologi
Study Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.